KABARPEMUDA.id–Sidang dugaan korupsi pada proyek peningkatan jalan Keboncau-Kudangwangi tahun 2019 yang berlangsung di PN Tipikor Bandung pada Rabu (10/5/2023), masih dalam tahap mendengarkan keterangan para saksi.
Kali ini 7 orang saksi dihadirkan kepersidangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sumedang melalui Kepala Sub Seksi Penuntutan Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksekusi, Anggiat Sautma SH, yang diantaranya adalah mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Sumedang, Sudjatmiko serta Asep Darajat yang sebelumnya telah di vonis 1,5 tahun dalam kasus ini.
Seperti biasa sebelum dilakukan pengambilan sumpah para saksi oleh petugas PN Tipikor, Ketua Majelis Hakim, Eman Sulaeman SH., MH., membacakan biodata ketujuh orang saksi, yaitu Roni Triana, Fery Luki, Dodi, Erlan Santosa, Asep Darajat, Sudjatmiko dan Syahrul Amin.
Berbeda dengan sidang sebelumnya Rabu (3/5/2023) dimana keseluruhan saksi yang dihadirkan memberikan keterangannya digabungkan antara ASN dan Non ASN.
Sebut DPR dan Cerita OTT KPK
Yang menarik dari sidang lanjutan kasus dugaan korupsi peningkatan jalan Keboncau -Kudangwangi tahun 2019 kali ini adalah saat saksi mantan Kadis PUPR Kabupaten Sumedang, Sudjatmiko dicecar pertanyaan seputar Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2018.
Sudjatmiko membenarkan bahwa memang pernah terjadi peristiwa OTT oleh KPK yang menimpa dirinya.
“Pernah terjadi OTT KPK, awalnya waktu ada pemborong bernama Pak Ahmad Ghiast serta anggota DPR RI Amin Santono yang menawarkan bisa membantu menurunkan anggaran ke Sumedang,” ungkapnya.
Sudjatmiko menjelaskan bahwa dengan datangnya tawaran itu, dirinya langsung melakukan pertemuan bersama para Kabid PUPR Sumedang yakni Hari Bagja, Deni Rifdriana, dan Dedi Mulyana, untuk membahas tawaran tersebut.
“Saya langsung berkumpul dengan para Kabid, kemudian diperolehlah beberapa kesimpulan, pertama selama ini belum pernah ada DAK yang turun di perubahan, sehingga masukan dari para Kabid bahwa itu tidak mungkin keluar, dan waktu itu masuk di anggaran perubahan, waktunya sempit dan tidak bisa melakukan tender juga. Kalaupun dilaksanakan khawatir masuk bulan musim penghujan sehingga ditolak,” imbuhnya.
Sudjatmiko melanjutkan bahwa adanya penolakan tersebut, Ahmad Ghiast langsung mendatangi Subag Bagian Program PUPR Sumedang, Dan oleh Subag dibuatkan usulan tanpa sepengatahuan dirinya, dalam usulan tersebut tidak boleh Dinas langsung ke Pusat, tetapi dari Dinas ke Bappeda, selanjutnya Bappeda ke Pusat.
“Tau-tau ada KPK ke Dinas PUPR Sumedang dan Dinas Perkim Sumedang, datang KPK kekantor, karena buntut OTT pa Ahmad Ghiast serta Amin Santono, kita diperiksa semuanya, kita di BAP kesana meminta pertanggungjawaban karena ada usulan, selanjutnya di Sidang,” ucapnya.
Dengan peristiwa OTT tersebut, Sudjatmiko mengaku stress dan kalut. Dalam kondisi itu. Asep Darajat menyodorkan bantuan berupa solusi untuk mengatasi kasus tersebut. Diperkenalkannya dengan teman dari Asep Darajat. Namun menurutnya, teman Asep Derajat itu meminta uang dan menggertak harus ada uang sekitar 1,5 Milyar.
“Karena terkaget-kaget kondisi saat itu seperti dihipnotis baru saja ketemu langsung meminta uang,” ujarnya.
Sudjatmiko juga menjelaskan bahwa sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan ketiga Kabid di PUPR, dan ada pengumpulan uang untuk masalah itu.
“Melalui Pak Asep Darajat juga akhirnya ada beberapa pengusaha yang membantu, untuk kebutuhan pemenuhan KPK itu,” ungkapnya.
Adapun dengan kejadian OTT KPK tersebut dirinya memilih mundur dari Kadis PUPR Kabupaten Sumedang dan pindah tugas di Bandung.
“Yang mengumpulkan, dan memberikan uang dari pengusaha adalah Pak Asep Darajat,” ucapnya.
Dan Sudjatmiko mengatakan bahwa pasca peristiwa itu dirinya tidak tahu lagi kelanjutan dari OTT KPK tersebut.
“Setelah beberapa bulan saya baru sadar bahwa ini merupakan sebuah penipuan, dan pembohongan, untuk itu saya sampaikan mohon maaf apabila ada apa-apa untuk dikembalikan dan saya tidak bertanggung jawab karena tidak bersalah dan mengundurkan diri sebagai kepala dinas,” pungkasnya.
Kesaksian Asep Darajat Seputar OTT KPK
Giliran Asep Darajat yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR Sumedang ditanya oleh JPU terkait OTT KPK.
Asep membenarkan apa yang disampaikan oleh mantan Kadis PUPR, Sudjatmiko. Dengan adanya kejadian itu membuat Kadis PUPR, Sujatmiko tidak mau ke Kantor. Sehingga untuk menemui Kadis, dirinya mengaku bertemu di sebuah Masjid.
“Dalam pertemuan itu, saya sampaikan bahwa akan ada yang membantu Pak Kadis. Dengan adanya OTT KPK, Kadis menyambut baik usulnya,” tambah Asep.
Dikatakan Asep, setelah setujui, selanjutnya berangkat ke Bandung melakukan pertemuan dengan orang yang akan membantu yang diketahui bernama Yoni.
“Waktu itu yang berangkat ke Bandung saya, Pak Deni Rifdiana, Pak Sujatmiko dan beberapa orang yang lain bertemu di hotel sekitar Dago, Saya dan Pak Deni hanya menunggu di tempat parkir yang melakukan komunikasi dengan mereka hanya Pak Sujatmiko, setelah itu tadinya hendak pulang, begitu di jalan ada telepon dan harus ke Jakarta,” jelasnya.
Menurutnya, sesampainya di Jakarta yang melakukan pertemuan hanya Pak Kadis, lebih kurang sekitar dua tiga hari setelah dari Jakarta, dirinya dipanggil ke rumah pengusaha bernama Cuncun.
“Kebetulan disana ada Pak Deni dan Pak Sujatmiko, saya diberitahu untuk membantu mengumpulkan uang senilai 1,5 milyar, saya mencoba berkomunikasi dengan beberapa rekanan untuk meminta bantuan,” terangnya.
Kendati demikian, lanjut Asep, setelah berkoordinasi, para rekanan meminta dipertemukan dengan Kadis (Sujatmiko), pada waktu itu, Asep mengaku banyak mempertemukan rekanan.
“Pak Cuncun membantu 500 juta, Mang Usep 200 juta, kemudian saya kembali mengkomunikasikan dengan rekanan lainnya ada Pasro, Hani, Taryo, Yadi, Beybey, Muhamad Yusuf,” ungkapnya.
Setelah terkumpul 1,5 milyar bahkan lebih, kelebihannya duganakan keperluan lain, karena pada waktu itu kebutuhan di Dinas tidak hanya itu saja.
“Setelah uang terkumpul, langsung diantarkan kepada orang yang akan membantu sebanyak 3 kali, pertama 500 juta, kedua 400 juta dan terakhir 600 juta,” tambahnya.
Uang yang terkumpul dari rekanan, ada timbal balik, istilahnya kalau mereka membantu mereka menginginkan diberi pekerjaan pada Dinas PUPR.
“Pemberian pekerjaan keboncau hingga muncul nama Pak Usep dan siapa saja yang mengaku mempunyai paket, itu saya catat semua dan dilaporkan ke Pak Deni diantaranya jalan kudangwangi-Keboncau,” katanya.
Sementara itu terdakwa H. Usep Saefudin membantah bahwa dirinya pernah mengetahui soal KPK dan adanya udunan tersebut.maka
“Bohong! jika saya udunan 200 juta rupiah untuk KPK sesuai pernyataan pak Asdar, tunjukkan kalau ada buktinya,” ucapnya sambil berjalan menuju mobil tahanan.***