KABARPEMUDA.id– Pernyataan kontroversial yang disampaikan Tim Seleksi (Timsel) wilayah III Provinsi Jawa Barat mendapatkan sorotan dan kritikan tajam dari berbagai kalangan.
Karena sebelumnya Timsel dengan tegas dan menyakinkan bahwasanya penentuan 20 orang calon Bawaslu yang lolos tes wawancara dan kesehatan, hampir sepenuhnya menjadi otoritas Bawaslu RI.
Pendapat itu membuat polemik di publik, karena argumentasi terkesan asal bunyi (asbun) dan bertentangan dengan pedoman pelaksanaan pembentukan Bawaslu kabupaten dan kota periode 2023-2028. Tentang Keputusan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nomor : 173/KP 01/K1/05/2023.
Persoalan itu pun terdengar dan memantik perhatian dari salah seorang pimpinan Bawaslu RI, Totok Hariyono saat melaksanakan kunjungan silaturrahmi ke kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Jakarta belum lama ini.
Menurut Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu RI Totok Hariyono, bahwa kewenangan 10 besar calon anggota Bawaslu kota dan kabupaten se-Indonesia mutlak kewenangan Timsel. Hal itu mengacu pada keputusan Ketua Bawaslu RI.
“Sudah jangan membuat narasi sesat. Timsel jangan terkesan cuci tangan, atau melempar tanggung jawab ke Bawaslu RI. Coba baca dan pahami aturan secara utuh. Jangan asal bicara dengan membohongi publik, malu kredibilitas timsel,”kata mantan pengurus PWI Malang Provinsi Jawa Timur ini saat bernostalgia dengan Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari, Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi dan pengurus PWI lainnya.
Ditempat terpisah, Pemerhati Hukum dan Demokraksi Kabupaten Majalengka, E Warjana, SH ikut berkomentar. Dia mempertanyakan, kompetensi Timsel dalam memahami setiap regulasi dan aturan yang tertuang dalam pedoman seleksi yang ditanda tangani Ketua Bawaslu RI.
Ia pun mengamati dinamika dan pernyataan Timsel di media massa, yang tidak konsisten dan terkesan asal bunyi (asbun), karena tidak berpegang teguh pada aturan dan pedoman yang ada.
Baca Ulang Pedoman
Misalnya, tes kesehatan itu tidak ada kaitannya dengan Timsel, ini jelas gagal paham dalam memahami fungsi dan wewenangnya.
Bagaimanapun hasil tes kesehatan itu tidak ada nilai hanya bersifat rekomendasi bunyinya, direkomendasikan, dipertimbangkan dan tidak direkomendasikan. Dan data itu hanya di Pusat Data Kesehatan (Pusdokes) Polri.
“Coba baca buku pedoman seleksi Timsel, penetapan 10 besar itu mengacu pada nilai hasil wawancara dan hasil tes kesehatan. Tidak ada angka kumulatif dengan nilai CAT dan Tes psikologi,” katanya.
Berbeda ketika penetapan dari 10 orang peserta menjadi 5 orang yang telah mengikuti tes uji kelayakan dipandu Bawaslu Provinsi. Baru disini nilai dinyatakan kumulatif dari keseluruhan setiap tahapan seleksi.
“Jadi kalau buat pernyataan itu, menurut saya harus ada dasar hukumnya, apalagi Timsel notabene akademisi,” ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, statement kegaduhan Timsel pun terjadi pada penetapan 10 besar. Dia menyebut diundurnya pengumuman tes wawancara dari tanggal 24 Juli ke 31 Juli 2023 oleh Bawaslu RI, awal mula timbulnya kegaduhan.
Menurut dia, pernyataan timsel ini telah melemparkan masalah kekisruhan kepada Bawaslu RI. Dan ini menurutnya sangat tidak pantas dan elok dikemukakan. Karena menurut rumor, mengenai nama 10 besar calon Bawaslu itu sudah ada sebelum pengumuman resmi turun. Itu dibuktikan, dengan adanya pengakuan dari peserta yang tidak lolos, karena harus membayar setoran.
“Terus kalau menurut saya, kertas yang dipakai dalam pengumuman penetapan hasil tes kesehatan dan wawancara, nama Kabupaten Majalengka Kabupaten Indramayu terdapat perbedaan warna yang mencolok. Patut diduga ini permainan dan tentunya menimbulkan stigma negatif terhadap profesionalitas dan integritas Timsel,” katanya.
Maka dari itu pihaknya meminta Bawaslu RI mengkaji dan mengaudit kinerja Timsel.
Dengan cara membuka nilai hasil tes kesehatan dan wawancara untuk diperiksa kembali. Dengan cara membuka video rekaman peserta dan nilai hasil penilaian ke publik. Agar kegaduhan dan trust kepada masyarakat segera berakhir. ***