Dampak Iklim Global Terhadap Pertanian Dikupas Balai Pelatihan Pertanian

KABARPEMUDA.ID – Balai Penyuluhan Pertanian ( BPP ) Gantar Kecamatan Gantar  Kabupaten Indramayu, Jawa Barat menggelar rapat  Training of Trainers (TOT) tentang dampak iklim global terhadap pertanian.

Koordinator BPP Gantar Tiwi , STP berharap, melalui kegiatan TOT ini dapat saling bersinergi untuk meningkatkan kualitas kegiatan pelatihan pertanian, yang secara tidak langsung berkontribusi terhadap kemajuan pertanian di wilayah Gantar secara berkelanjutan.

Melalui Sekolah Lapang (SL) merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar-mengajarnya dilakukan di lapangan, yakni dilaksanakan di lahan petani peserta SL dalam upaya peningkatan produksi padi Nasional.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, menyusun identifikasi dan mengatasi permasalahan, serta menerapkan teknologi yang sesuai dengan sumber daya yang ada secara sinergis dan berwawasan lingkungan. Sehingga, usaha tani diharapkan bisa lebih efisiensi, produktivitas tinggi dan berkelanjutan.

Tiwi   memberikan pengetahuan melalui Sekolah Lapang berharap melalui Sekolah Lapang terjadi peningkatan kemampuan dan kesadaran petani.

“Utamanya dalam memanfaatkan lahan usaha taninya secara produktif, berani meningkatkan kepercayaan diri dalam mengadopsi praktik-praktik budidaya dan pengelolaan usaha tani yang lebih baik,” katanya.

Mendukung program kementerian pertanian, BPP Gantar  turut andil dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuan bagi petani melalui kegiatan Sekolah Lapang, pada Jumat ( 6/9/2024 ).

Kegiatan ini dilaksanakan diruang aula BPP Gantar  dan dihadiri oleh perwakilan Dinas,  Penyuluh , dan anggota kelompok tani.

Kegiatan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Diharapkan setelah adanya pelatihan ini dapat meningkatkan hasil pertanian yang maksimal.

Dikatakannya  Tiwi , Anomali iklim dan cuaca yang semakin sering terjadi selama dasawarsa terakhir ini, merupakan fenomena nyata telah terjadinya perubahan iklim yang sangat signifikan di semua belahan dunia (Global Climate Change).

Kalau pada dasawarsa sebelumnya, pergantian musim dapat ditebak dengan menghitung bulan setiap tahunnya, namun kondisi itu kini sudah nyaris berubah total.

Bulan Meret sampai September yang selama ini selalu diindentikkan dengan musim kemarau, namun pada bulan-bulan tersebut sering terjadi curah hujan dengan intensitas tinggi, sehingga dampaknya sulit di antisipasi, karena memang diluar prediksi.

Begitu juga dengan musim penghujan yang biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Pebruari, sekarang juga sudah sangat sulit di prediksi, pada bulan-bulan dimana biasanya terjadi hujan dengan intensitas tinggi, namun di beberapa daerah malah terjadi kekeringan.

Dampak dari perubahan iklim ini akhirnya dirasakan oleh semua sektor kehidupan, namun dampak terbesar sangat dirasakan di sektor pertanian.

Menurunnya kualitas, kesuburan dan daya dukung lahan, menyebabkan produktivitas hasil pertanian juga ikut menurun, begitu juga dengan ketersediaan air yang semakin terbatas dan kualitasnyapun yang semakin menurun, juga menjadi penyebab terus anjloknya produksi pertanian.

Ditambah lagi dengan fenomena El Nino dan La Nina yang juga sangat berpengaruh terhadap siklus iklim yang secara otomatis menyebabkan bergesernya jadwal tanam berbagai komoditi pertanian serta semakin besarnya kemungkinan terjadi gagal panen (puso).

Kondisi demikian membuat banyak pihak semakin mengkhawatirkan dampak dari Global Climmate Change ini.

Organisasi pangan dan pertanian dunia atau Food and Agricultural Organisation (FAO) termasuk pihak yang paling mengkhawatirkan kondisi ini dalam kaitannya dengan pembangunan pertanian dan ketersediaan pangan.

Karena menurunnya produktivitas hasil pertanian juga akan berdampak pada penurunan tingkat ketahanan pangan, sementara ketahanan pangan sendiri merupakan salah satu faktor penting dalam ketahanan sebuah bangsa atau negara.

Krisis pangan yang terjadi di suatu negara, akan memicu timbulnya krisis lain.

Kondisi perubahan iklim global ini tetap harus diwaspadai, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan cakupan wilayah yang sangat luas dan memilki karakteristik iklim dan cuaca yang sangat beragam.

Pasalnya, fenomena ini akan menurunkan produksi pangan dan kapasitas produksi pertanian.

Terkait dengan iklim global pertanian  mengharapkan agar masyarakat juga aktif untuk meng-update data iklim dan cuaca di daerah mereka untuk bisa melakukan antisipasi dini, misalnya dalam pengaturan jadwal tanam dan efisiensi penggunaan air dalam aktifitas usaha tani mereka.

Petani harus cerdas membaca kondisi alam, baik intensitas curah hujan, suhu dan kelembaban udara, intensitas penyinaran matahari, arah dan kecepatan angin.

Prediksi iklim dan cuaca serta peringatan dini (Ealrly Warning) yang selama ini selalu dikeluarkan oleh otoritas BMKG, merupakan salah satu instrumen penting yang bisa dimanfaatkan petani untuk mengantisipasi dampak dari global climate change ini, jelas Tiwi. (Uri Damuri)***

Pos terkait