Kasus Asusila di Cirebon, Jaksa Diminta Gunakan Hati Nurani

Istimewa* Foto: Antara

KABARPEMUDA.id – Sidang Pembacaan Tuntutan Perkara Nomor 318/Pid.Sus/2022/PN.Sbr di Pengadilan Negeri Kota Cirebon dengan tersangka CH, ditunda sampai Kamis depan.

Ibu kandung korban memohon agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) menelaah kembali tuntutan terhadap terdakwa.

Usai persidangan kasus asusila tersebut, ibu Korban V mengaku bersyukur dengan adanya penundaan pembacaan tuntutan itu.

Ia berharap Jaksa Penuntut Umum terketuk hati nuraninya untuk mempertimbangkan kembali pasal-pasal yang dikenakan terhadap terdakwa.

“Alhamdulillah, sidang pembacaan tuntutan ditunda oleh majelis hakim,” ucapnya.

Ia memohon kepada Jaksa atas nama kemanusiaan, karena korban anak kandungnya.

“Sampai sekarang, anak saya trauma dan belum hilang. Saya Keluarga memohon keadilan yang seadil-adilnya,” ucapnya, Kamis (9/2/2023).

Tak hanya itu, V juga mengungkapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada putrinya.

“Saya berharap agar keadilan benar-benar berpihak pada korban dan proses pemulihan putrinya bisa lebih cepat,” ujarnya.

Ia bersyukur dan berterima kasih atas dukungan kepada putrinya.

“Semoga dengan hukuman yang setimpal kepada terdakwa, anak saya bisa lebih cepat pulih. Walaupun pasti sangat sulit. Tapi saya optimis. Apalagi telah mendapat dukungan dari berbagai pihak,” ujarnya.

V menceritakan kekecewaannya dalam proses peradilan yang menimpa putrinya itu.

Bahkan mengaku masih banyak bukti-bukti yang diajukan dalam prosesnya, yang sejak dari awal tidak dimasukan kedalam perkara tersebut.

“Saya mencoba tegar dalam setiap persidangan untuk selalu hadir. Meskipun sebenarnya kekecewaan itu selalu muncul,” tuturnya.

Ia bertanya, kenapa bukti-bukti yang diajukannya dari awal tidak semuanya diterima?.

Padahal semua bukti itu saling berkaitan dengan peristiwa itu?.

Ia hanya bisa berharap dari proses yang sudah berjalan, semoga sidang pembacaan tuntutan minggu depan, sesuai dengan harapan.

Apa yang menjadi perbuatan terdakwa, dapat dihukum seberat-beratnya.

“Semoga dengan sisa waktu persidangan yang berjalan ini, jaksa dapat lebih teliti dalam mempertimbangkan hukuman kepada terdakwa,” ujarnya.

Diharapkan, jangan sampai waktu penundaan ini menjadi sia-sia dan menimbulkan kekecewaan bagi kami keluarga korban.

Sementara itu, Siti Nuryani Ketua Komnas Perlindungan Anak Cirebon Raya, yang juga mendampingi ibu korban mengatakan pihaknya akan terus mengawal sidang perkara pencabulan anak itu sampai dengan putusan.

Siti mendesak kepada Jaksa untuk menerapkan hukuman sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Kami berharap tidak ada tebang pilih dalam perkara kasus kekerasan seksual kepada anak. Walaupun terdakwa adalah aparat penegak hukum. Peraturan perundang-undangan harus tetap dilaksanakan demi keadilan,” tegasnya.

Dikatakan Yani, dalam pasal 76E UU 35/2014 menerangkan setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

“Kami juga mendesak kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mempertimbangkan pasal 76E Undang-Udang Perlindungan anak, dengan penerapan pidananya sesuai dengan pasal 82 ayat (1) dan ayat (2), sebagaimana tuntutan ditambah dengan satu pertiga dari ancaman pidananya,” pungkas Yani.

Sidang Kode Etik

Dilain pihak, LSM GMBI Distrik Cirebon Raya juga ikut mengawal dalam proses persidangan yang melibatkan oknum polisi di Polres Cirebon Kota itu.

Ketua LSM GMBI Cirebon Raya, Maman Kurtubi mendesak kepada institusi polri untuk segera menggelar sidang kode etik kepada terdakwa yang masih aktif sebagai anggota polri itu.

“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai dengan tuntas. Jangan ada tebang pilih. Sudah sebelas kali terdakwa menjalani sidang. Tapi sampai saat ini belum ada sidang etik kepada terdakwa. Ada apa ?, apa yang menjadi pertimbangan Kapolres Cirebon Kota belum menggelar sidang kode etik terhadap terdakwa CH,” terangnya.

Padahal menurut Maman, dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik, terdakwa semestinya sudah menjalani sidang kode etik atas perbuatan dugaan pencabulan kepada anak sambungnya.

“Kami akan mempertanyakan kepada pihak Polres Cirebon Kota terkait belum adanya sidang kode etik terhadap terdakwa,” ucapnya.

Karena, mengingat terdakwa sudah menjalani persidangan sampai dengan tuntutan. Dan sampai saat ini belum ada kejelasan.

“Kami juga akan mengirimkan surat kepada Kapolda Jawa Barat dan juga Divpropam Mabes Polri untuk mempertanyakan prosedur dan tindak lanjut sidang kode etik perkara tersebut,” ujarnya.***

Pos terkait