Sidang Kasus Korupsi Keboncau-Kudangwangi 2019: Jaksa Penuntut Umum Hadirkan 7 Saksi, 2 Orang Ahli Dicatut Nama

KABARPEMUDA.id–Dalam sidang kasus korupsi pekerjaan Peningkatan Jalan Keboncau -Kudangwangi 2019 yang berlangsung di PN Tipikor Bandung pada Senin (13/3/2023).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 7 orang saksi sebagai pelaksana pekerjaan perencanaan dalam kegiatan peningkatan jalan Keboncau -Kudangwangi tahun 2019, dengan Terdakwa, Deni Rifdriana, Kabid Bina Marga Kabupaten Sumedang, Budi Rahayu, Hery Bagja, dan H.Usep Saefudin (MU).

Bacaan Lainnya

Sidang yang sedianya akan digelar pukul 10.00 WIB harus bergeser menjadi pukul 19.30 WIB itu berlangsung alot.

Dalam sidang terungkap bahwa 7 orang saksi yang dihadirkan oleh JPU, 2 diantaranya merupakan Tenaga Ahli Madya bidang Jalan dan Jembatan, yang (ternyata) tidak tahu apa-apa tentang kegiatan perencanaan pekerjaan jalan itu alias dicatut nama oleh pemenang kegiatan perencanaan itu.

Di awal persidangan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Eman Sulaeman,S.H., M.H. mengingatkan bahwa para saksi akan didengar kesaksiannya dibawah sumpah, dan hal itu mengandung konsekuensi secara hukum.

“Jadi Bapak-Bapak sampaikan saja apa yang diketahui jangan bohong, sebab bisa berdampak pada konsekuensi hukum bagi bapak-bapak,” ujar Hakim Ketua mengingatkan.

Setelah dibacakan biodata para Saksi, tiba gilirannya Majelis Hakim menanyakan seputar keterlibatan para saksi dalam perkara yang membuat 3 terdakwa dari Dinas PUPR kabupaten Sumedang dan Pelaksana pada Kegiatan Pembangunan itu, terseret dalam kasus Peningkatan Jalan Keboncau -Kudangwangi 2019.

Pada saat ditanya Hakim, Saksi pertama, Edi Rustandi yang merupakan Direktur PT.Tri Buana Rekayasa, memaparkan perihal kronologis pelaksanaan kegiatan.

Karena Edi dianggap memberikan keterangan yang berbelit-belit seputar kegiatan perencanaan tersebut, membuat Hakim Anggota berulang kali menegaskan pertanyaannya.

“Dari siapa saudara Saksi mengetahui adanya pekerjaan perencanaan di lingkungan PUPR kabupaten Sumedang?,” tanya Hakim.

Saksi Edi menjawab dari Asep Saeful Malik (Almarhum) yang merupakan Direktur PT.Antassalam.

Dan Edi menyampaikan bahwa dirinya hanya mengenal 3 orang terdakwa saja, sedangkan dengan H.Usep tidak mengenalnya.

Dirinya mengaku bahwa Asep Saeful Malik (Almarhum) Direktur PT.Antassalam merupakan teman dekatnya, dan menawarkan beberapa pekerjaan di PUPR kabupaten Sumedang.

“Pada waktu itu, saya disuruh mencari 3 perusahaan untuk 9 pekerjaan oleh pak Asep untuk beberapa pekerjaan di PUPR sekitar awal tahun 2019, waktu tepatnya saya tidak ingat,” terangnya.

Edi juga menerangkan bahwa dirinya membantu Almarhum Asep bukan hanya sisi pekerjaannya saja tetapi termasuk untuk finansial-nya juga.

Meskipun dengan penjelasan yang disampaikan dianggap berbelit-belit, majelis Hakim beberapa kali menegaskan uraian keterangan Saksi sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Tim Kejaksaan Negeri Sumedang.

Tiba gilirannya pertanyaan majelis Hakim bergeser kepada Sambas sebagai Direktur PT.Sadia. yang mengakui dihubungi oleh Edi Rustandi akan meminjam PT.Sadia untuk pelaksanaan pekerjaan perencanaan peningkatan jalan tersebut.

“Saya sebetulnya sebagai Direktur Utama PT. Sadia tidak aktif, sedangkan untuk kegiatan penandatanganan kontrak dilakukan untuk oleh Tunas Wawan sebagai Direktur yang ditunjuk sejak tahun 2019,” ungkapnya.

Dirinya mengaku bahwa setelah dihubungi oleh Edi Rustandi dan berbincang Ikhwal pekerjaan di PUPR Sumedang, lalu data-data perusahaan miliknya diserahkan berupa softcopy sebagai persyaratan mengikuti kegiatan Penunjukan langsung (PL) perencanaan peningkatan jalan Keboncau -Kudangwangi.

“Apakah PT Sadia melakukan pekerjaan perencanaan tersebut?” tanya Hakim.

“Tidak, yang Mulia, karena memang hanya dipinjamkan perusahaan saja, dengan imbalan mendapatkan fee sebesar 5% dari Nilai Kontrak 96 jutaan, atau sebesar 4 juta-an lebih,” jawabnya.

Saat ditanya perihal apakah Saksi Sambas kenal dengan para Terdakwa. Sambas mengaku kenal dengan Hary Bagja, sebagai Kasi Perencanaan pada Dinas PUPR kabupaten Sumedang saja, itupun pada saat dirinya dipanggil sebagai Saksi dalam kasus memasuki tahap pemeriksaan di Kejari Sumedang sekitar tahun 2021.

Kemudian Hakim Anggota pun beralih pertanyaan kepada Saksi ketiga, Tunas Wawan sebagai Direktur PT.Sadia.

Menurut Wawan, bahwa dirinya hanya menandatangani kontrak saja, itupun atas perintah Sambas yang merupakan Direktur Utama PT.Sadia.

Saat ditanya diantara 4 terdakwa siapa yang Ia kenal, Wawan menerangkan bahwa sesungguhnya Ia hanya diperintahkan oleh Sambas untuk tanda tangan kontrak yang dibawa oleh orang suruhan dari saksi Edi Rustandi yang datang ke Kantornya.

“Lho kok, saudara itu Direktur loh” sela Hakim dalam pertanyaan.

Dicatut Nama 

Hakim beralih pertanyaan kepada Saksi keempat, Dinar Firmansyah yang mengaku dirinya seorang Ahli Madya dibidang Jalan berdasarkan sertifikat keahlian yang dimilikinya.

Namun kembali, Dinar ternyata tidak tahu menahu perihal pekerjaan ini.

“Waktu itu saya dihubungi pak Edi Rustandi yang meminjam SKA miliknya untuk kegiatan perencanaan jalan,” katanya.

Namun Dinar mengaku bahwa setelah diserahkan semua persyaratan Tenaga Ahli tersebut, tidak pernah dihubungi lagi oleh Edi.

“Saya tahunya pas dapat panggilan dari Kejaksaan Sumedang sebagai saksi dalam kasus Peningkatan Jalan di Sumedang,” ungkapnya.

Dalam keterangannya, Saksi Dinar menegaskan hanya memberikan softcopy kepada Edi sebagai syarat mengikuti tender.

“Sedangkan untuk kegiatan sebelumnya tidak tahu menahu,” imbuhnya.

Selanjutnya Hakim beralih pertanyaan kepada Saksi kelima Aldi Rahman yang merupakan staf di PT.Tri Buana Rekayasa milik Edi Rustandi.

Aldi yang dicecar seputar keterlibatannya dalam hal pelaksanaan pekerjaan perencanaan jalan tersebut.

Ia mengaku berawal diperintahkan oleh Asep Saeful Malik untuk menemui Hary Bagja di kantornya, di Dinas PUPR kabupaten Sumedang sekitar tahun 2019 untuk survey lapangan.

“Awalnya saya diperintahkan menemui Pak Hary Bagja untuk melakukan survei pekerjaan di Sumedang,” terangnya.

Setelah bertemu dengan Hary Bagja, lalu dirinya bersama staf dari PUPR yang ditunjuk Hary Bagja, Suherdian berangkat menuju Ujungjaya untuk menyurvei dari titik 0 jalan yang akan diperbaiki, hingga titik akhir.

Adapun untuk hasil survei tersebut, menjadi bahan untuk menghitung volume pekerjaannya.

“Apakah saudara mengerjakan gambarnya juga?” tanya Hakim.

Aldi menjelaskan bahwa untuk gambar dirinya tidak tahu, sebab semua hasil kerjanya disampaikan kepada Asep Saeful Malik, sedangkan untuk asistensi pekerjaan dilakukan kepada Dinas PUPR Sumedang.

“Untuk pengerjaan backup volume, titik perbaikan dan mapping itu saya yang kerjakan. Dan selanjutnya diserahkan ke Bagas,” terang Aldi.

Hakim kembali menegaskan pertanyaannya kepada Aldi. “Apakah setelah melakukan pekerjaan yang disebut tadi, saudara menyampaikan atas nama saudara atau orang lain dalam berkas laporannya?”

Aldi menjawab hal itu dilakukan semua oleh Asep Saeful Malik.

Saat ditanya perihal apakah mengetahui Dinar Firmansyah sebagai Tenaga Ahlinya, Aldi menjawab bahwa mengetahui itu setelah adanya pemeriksaan dari pihak Kejaksaan.

Selanjutnya Hakim mengarahkan pertanyaan kepada Saksi keenam, Idi Supardi yang dalam berkas persyaratan dicatat sebagai Ketua Tim Leader dalam pekerjaan perencanaan jalan tersebut.

Padahal dalam pengakuan Idi bukan bagian dari 3 perusahaan yang terkait perencanaan jalan tersebut.

“Saya pernah ikut bekerja di PT.Gio Dinamik, pada saat itulah saya menyerahkan berkas Sertifikasi Ahli Madya dalam bidang Jalan dan Jembatan,” terangnya.

Namun dirinya tidak pernah mengetahui jika namanya ikut terseret dalam kasus Peningkatan Jalan Keboncau -Kudangwangi di PUPR kabupaten Sumedang.

“Saya baru tahu itu setelah mendapatkan panggilan dari Kejaksaan Sumedang, bahwa dirinya ditunjuk menjadi Ketua Tim Leader pada pekerjaan Perencanaan Peningkatan Jalan itu,” paparnya.

Idi mengetahui bahwa seluruh “laporan” pekerjaan yang menjadi bukti dari PT.Sadia– sebetulnya bukan dibuat olehnya–pada saat ditunjukkan dalam pemeriksaan di Kejari Sumedang.

Tiba gilirannya Hakim mengajukan pertanyaan kepada Saksi Ketujuh. Rida Mahesa sebagai Direktur PT. Antassalam menggantikan Asep Saeful Malik yang sudah meninggal dunia.

Sudah Tak Asing

“Ini sudah tidak asing rupanya, pemain juga rupanya PT.Antasalam ini ya,” ujar Hakim sebelum memberikan pertanyaan.

Dalam pertanyaannya, Hakim mengarahkan pada kapasitas Rida Mahesa dalam kegiatan perencanaan jalan tersebut.

Rida menjawab bahwa dirinya hanya ditugasi oleh Edi Rustandi mencairkan uang saja.Hakim lalu bertanya apakah hal itu dilakukan untuk PT.Sadia atau PT.Antassalam.

Rida menjawab singkat, bahwa dirinya hanya disuruh mengambil cek sebanyak 4 lembar dari Sambas untuk di transfer ke Edi Rustandi.

“Selebihnya saya tidak tahu persis, namun yang saya lakukan hanya mengambil cek dan mentransfer kembali, itu saja,” jawab Rida.

Saat ditanya kenapa tidak diserahkan ke pak Asep, “atasan saudara kan pak Asep?,” tanya Hakim.

“Pak Edi itu mertua saya yang Mulia,” jawab Rida dengan tersenyum.

“Oh rupanya begitu, jangan-jangan perusahaan PT Tri Buana Rekayasa dan Antassalam juga bikinan pak Edi,” tanya Hakim lagi.

Rida langsung membantahnya. ” Bukan yang Mulia, saya hanya memiliki saham saja,” terangnya.

Hakim lalu melanjutkan pertanyaan kepada Rida berapa jumlah nilai yang tertera dalam 4 cek tersebut.

Rida menyebutkan total angka nya sebesar 321 jutaan lebih.

Mendengar penjelasan jumlah yang disebutkan itu. Hakim merasa heran, sebab sebelumnya Edi menyebut nilai kontrak hanya 96 jutaan.

Namun, Rida tetap menegaskan bahwa dirinya hanya menerima 4 lembar cek senilai 320 juta-an.

Sidang yang digelar dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi itu berlangsung hingga pukul 22.15 WIB.***

Pos terkait