KABARPEMUDA.id – Bukan masalah tata gilir air yang mulai diberlakukan bagi para petani padi di Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu.
Melainkan, Waduk Cipancuh yang dilanda kekeringan dan hanya sebagian kecil sawah yang terairi.
Itu pun dari usaha petani yang spekulasi untuk membuat bor dengan harapan mampu membuat sawah terairi.
Kondisi ini salah satunya terjadi di Desa Gantar. Sehingga untuk mengurangi kerugian yang sangat besar, tidak sedikit lahan yang tidak ditanami.
Namun, masih ada beberapa petani yang memberanikan diri untuk menanam padi, meski ketersediaan air bahkan dibilang wadukan kering.
Bahkan hanya mengandalkan distribusi air dari sistem tata gilir air, air pompa dan hujan.
Menurut salah seorang petani, Ragil mengatakan tata gilir air yang dijadwalkan dari pihak terkait, kurang maksimal.
Sehingga hanya sebagian kecil sawah yang terairi.
“Air untuk mengairi sawah tergantung dari Waduk Cipancuh bila debit air banyak, air mengalir deras. Tapi sekarang, tidak ada airnya,” katanya, Jumat (7/6/2024).
Hal sama disampaikan petani lainnya, Cali yang mengaku sangat kesulitan air untuk mengairi sawah sejak satu bulan lalu.
Padahal saat ini sudah memasuki musim taman (MT) 2, sehingga perlu adanya solusi terbaik dari pihak terkait.
“Untuk garap sawah sangat sulit, karena air tak ada. Gimana kalau sudah tanam. Bisa jadi harus menggunakan sumur bor atau pompa,” tuturnya.
Kekurangan air untuk mengairi sawah bagi para petani padi terjadi dari sekitar satu bulan lalu hingga saat ini dan belum ada solusi dari pihak terkait.
“Para petani mengandalkan air dari bor pantek Ketika airnya sedikit bahkan kering, maka sawah tak bisa terairi,” katanya.
“Kalau hujan banjir, kalau tak ada hujan kesulitan air untuk sawah dan kejadian ini berlangsung setiap tahuntahun,” ungkapnya.
Ia mengharapkan adanya solusi terbaik bagi desa ini. Khususnya, pencegahan banjir dan air yang berlimpah untuk para petani.
“Seharusnya ada evaluasi dari dinas terkait bagi desa kami, agar tak ada lagi kesulitan air saat tak hujan dan ketika hujan, tidak kebanjiran,” keluh Cali. (Uri Damuri)***