KABARPEMUDA.id–Jelang akhir masa kepemimpinan Bupati dan wakil Bupati Sumedang, mendapatkan sorotan dari Pemerhati kebijakan publik, Nandang Suherman yang ditemui di Sumedang Jumat (19/5/2023).
Nandang menyampaikan beberapa refleksi dan pandangannya terkait kepemimpinan, Bupati H.Dony Ahmad Munir dan Wakilnya H.Erwan Setiawan.
Menurutnya, kenaikan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) masih tipis, dan stagnannya penghasilan PAD (Pendapatan Asli Daerah), serta masih kurangnya pembangunan infrastruktur jalan dan irigasi di Kabupaten Sumedang, adalah beberapa kekurangan dan kelemahan Pemkab Sumedang di akhir masa kepemimpinan pasangan Dony-Erwan.
“Selain kenaikannya tipis, peringkat IPM Kabupaten Sumedang belum bisa masuk 10 besar pencapaian IPM kabupaten/kota di Jawa Barat. Padahal, sejahtera atau tidaknya masyarakat dilihat dari indikator IPM,” ungkap Nandang.
Disebutkannya, IPM Kabupaten Sumedang tahun 2022 mencapai 72,69. Angka IPM sebesar itu, posisinya belum masuk 10 besar di Jabar. Kendati IPM Kab. Sumedang hampir setiap tahunnya mengalami kenaikan tipis, salah satu indikator penilaian IPM adalah daya beli, angkanya di bawah Indramayu.
“Jadi, keunggulan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) di Kab. Sumedang yang menyabet berbagai penghargaan sampai tingkat nasional itu, belum mampu mendongkrak posisi IPM masuk 10 besar di Jabar. Padahal, IPM menjadi barometer kesejahteraan masyarakat di satu daerah,” terangnya.
Kekurangan lainnya, sambung Nandang, dalam dua tahun terakhir ini, PAD Kab Sumedang ada di bawah Kab. Majalengka. Kondisi itu terlihat, PAD Kab. Sumedang tahun 2022 mencapai Rp537,97 miliar. Angka itu di bawah PAD daerah tetangganya, Kab.Majalengka, yang mencapai Rp588,76 miliar.
Tak heran, jika pembangunan dan perekonomian di Kab. Majalengka terus menggeliat. Padahal, dulu PAD Majalengka di bawah Sumedang.
“Sejak 2021, PAD Sumedang terlewati oleh Majalengka. Kemajuan Sumedang di bidang digitalisasi, belum berkorelasi dengan penguatan ekonomi masyarakat dan kenaikan IPM. Melihat kondisi itu, Pak Bupati merasa gerah,” ucap Nandang.
Ia mengatakan, penghasilan PAD Kab. Sumedang dinilai jalan di tempat alias stagnan. Penyebabnya adalah Pemkab Sumedang selama ini hanya mengandalkan sumber pendapatan yang sudah ada. Dengan kata lain, Pemkab Sumedang tidak melakukan upaya ekstensifikasi atau mencari dan menggali pendapatan dari sumber pendapatan lainnya.
PAD Kab. Sumedang saat ini sekira Rp600 miliar. PAD sebesar itu masing-masing dari pendapatan pelayanan rumah sakit Rp250 miliar dan sisanya Rp350 miliar dari pendapatan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) serta PPJU (Pajak Penerangan Jalan Umum).
“Perolehan PAD di Sumedang itu seperti berburu harimau di kebun binatang,” ucapnya.
Lebih jauh, Nandang menjelaskan, sebagai bahan evaluasi juga, kelemahan lainnya Pemkab Sumedang saat ini yakni kurang optimalnya pembangunan infrastruktur jalan dan irigasi.
Padahal, infrastruktur itu menjadi penopang pembangunan sektor pertanian yang menjadi sektor utama di Kab. Sumedang.
Bahkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, cukup besar hingga mencapai 60 persen. Sektor pertanian pun penyerap tenaga kerja terbanyak. Terlebih lagi, penduduk di Kab. Sumedang sekira 1,2 juta jiwa, mayoritas adalah petani.
“Namun sayangnya, pembangunan sektor pertanian di Sumedang kurang diperhatikan. Dampak negatifnya, relatif banyak petani miskin hingga daya beli mereka sangat rendah,” ucapnya.
Akibat pembangunan sektor pertanian tak digarap optimal oleh pemerintah, akhirnya angkatan kerja di Sumedang lebih memilih bekerja di luar kota, seperti di Bandung dan Jakarta.
Sebetulnya, banyak lapangan kerja di sektor pertanian di Kab. Sumedang. Akan tetapi, karena dibiarkan dan cenderung tak dikembangkan, sehingga sektor pertanian banyak ditinggalkan masyarakat, terutama angkatan kerja.
Lebih jauh, Nandang menjelaskan, seandainya sektor pertanian dikembangkan dan digarap serius oleh pemerintah, daya beli masyarakat khususnya para petani akan meningkat.
Hingga akhirnya, masyarakat Sumedang yang mayoritas sebagai petani akan hidup sejahtera. Dilihat dari IPM di bidang Pendidikan, rata-rata lama sekolah di Kab. Sumedang mencapai 7,51 atau baru sampai sekolah SMP.
“Jadi, Sumedang belum saatnya menjadi kota industri. Cocoknya, jadi daerah pertanian,” ujar Nandang.
Dikatakan Nandang, kemajuan digitalisasi di Sumedang, jangan hanya fokus kepada pelayanan administrasi pemerintahan saja, melainkan harus mampu menembus sektor pertanian.
“Buktinya, kendati digitalisasi Sumedang sudah maju dan banyak mendapatkan penghargaan, tapi masih banyak para petani yang tak bisa memasarkan hasil pertaniannya secara online,” tuturnya.
Sektor Pariwisata
Nandang Suherman menambahkan, Sumedang dinilai terlalu dini bahkan prematur dengan mendeklarasikan diri sebagai kabupaten pariwisata. Pasalnya, hingga kini Kabupaten Sumedang, belum punya wisata unggulan atau magnet wisata yang mampu menarik wisatawan lokal dan mancanegara dalam jumlah kolosal atau banyak.
“Sumedang masih kalah wisatanya dengan Garut yang punya objek wisata Cipanas. Kabupaten Bandung Barat dengan wisata alam Lembangnya dan Kabupaten Bandung, dengan wisata alam Ciwidey dan Pangalengan-nya. Termasuk objek wisata Sari Ater, Subang,” katanya.
“Kalaupun mau, Sumedang cocok dengan wisata budaya dan heritage-nya (sejarah, tradisi dan budaya). Jadi, Sumedang harus membalikan haluan, dari kabupaten pariwisata dan industri, menjadi daerah pertanian yang maju, subur dan makmur,” pungkas Nandang.***