Tradisi Hajat Lembur Desa Kadakajaya Sumedang: Literasi Alam yang Dilestarikan Sebagai Bentuk Syukur

KABARPEMUDA.id– Hajat lembur salahsatu tradisi yang masih dipertahankan di desa Kadakajaya kecamatan Tanjungsari kabupaten Sumedang.

Ritual hajat lembur, atau Ngaruat Lembur diadakan setiap setahun sekali, tepatnya pada bulan Muharam awal tahun baru kalender hijriah.

Bacaan Lainnya

Untuk daerah Sumedang, hajat lembur masih sering dijumpai walaupun beda tempat akan berbeda namanya.

Ada juga yang memberi nama hajat sawen, begitu juga dengan tata caranya, seperti peribahasa sunda yang sering diungkapkan yaitu ciri sanagri cara sadesa.

pada pelaksanakan hajat lembur tokoh masyarakat kepala Dusun, ketua RW dan RT berbaur gotong royong dalam mempersiapkan hajat lembur dan ini yang dimaksud dengan sasmita.

Menurut tokoh masyarakat setempat Nana (57) yang juga sebagai tokoh adat Kadakajaya yang memimpin ritual hajat lembur mengungkapkan arti dan makna hajat lembur.

“Tradisi ini harus dipertahankan, agar generasi penerus bisa memaknai arti sesungguhnya dari hajat lembur yang penuh dengan nilai-nilai luhur, dan sudah saatnya kita buka dengan kacamata literasi karena banyak petuah dan pilsofi didalamnya,”ungkap Nana.

Lima Istilah 

Hajat Lembur biasanya dilaksanakan pada bulan Muharam, lanjut Nana, adapun alat dan bahan untuk hajat lembur tersebut banyak yang disajikan dari hasil pertanian, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang semuanya mengandung makna dan arti atau filosofi masing-masing di tatar sunda.

Nana juga menyebut istilah Silib, Sindir, Simbul, suluk/siloka dan sasmita.

Dijelaskan Nama bahwa yang termasuk silib adalah semua bahan upacara hajat lembur, sedangkan simbul terdapat pada sawen dan yang disebut dengan siloka adalah benda yang mengandung filosofi, seperti pada kelapa, tebu, rumput palias, bambu kuning.

Dipilihnya bambu kuning karena konon bambu kuning sebagai penangkal dari serangan-serangan yang tidak terlihat oleh kasat mata atau gaib, seperti santet, pelet atau guna-guna lainnya.

Sedangkan sasmita berbentuk rasa kegembiraan yang digambarkan dengan berkumpulnya warga, tetangga pada kegiatan itu. Kelima istilah ini, disebut juga sebagai Pancacuriga.

Bahan dan alat yang dijadikan hajat lembur ini adalah bentuk literasi alam yang diwariskan oleh leluhur atau nenek moyang yang perlu dipertahankan, namun sayang penutur dari kegiatan ini secara perlahan mulai tidak ada. Maka dari itu sedikit demi seedikit budaya tradisi ini harus mulai diterjemahkan, agar anak muda jaman sekarang tidak salah menafsirkan. Bahkan yang berkaitan dengan ritual atau tradisi lainnya mereka menyebutnya kegiatan mistik atau bid’ah.***

Pos terkait