KABARPEMUDA.id – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu sumber utama bagi Negara Indonesia, PPN dikenakan hampir untuk semua barang dan jasa yang dijual pada konsumen akhir.
Pada tahun 2025 Pemerintah Indonesia berencana akan menaikan PPN menjadi 12%, hal tersebut tentu saja akan memicu pro kontra masyarakat.
Berdasarkan UU No 7 Tahun 2021 Pasal 7 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pengenaan PPN 12% sebagai bentuk keberlanjutan dalam penerapan tarif PPN yang sudah berlaku sejak April 2022.
Menurut Retta Farah Pramesti, Dosen Akuntansi Perpajakan Universitas Padjadjaran, kenaikan PPN 12% menimbulkan berbagai macam pro kontra dari berbagai kalangan baik dari pelaku bisnis, akademisi hingga masyarakat umum, Selasa (24/09/24).
“Kenaikan Tarif PPN dilatarbelakangi oleh penambahan penerimaan negara dan pengurangan ketergantungan pada utang, dikarenakan tarif PPN adalah salah satu jenis pajak yang paling menyumbang pendapatan negara,” terangnya.
Dikatakan, langkah tersebut menjadi opsi dalam penguatan basis perpajakan bagi negara. Dalam UU HPP sudah dibuat roadmap penerapan tarif pajak yang sebelumnya berada di angka 10%, menjadi 11% pada tahun 2022 dan direncanakan mencapai 12% di tahun 2025.
“Tujuan diberlakukannya kenaikan PPN 12% adalah pertama, sebagai Peningkatan Pendapatan Negara, kenaikan PPN memberikan peluang dalam membiayai program pembangunan dan infrastruktur dan pelayanan publik, Pendidikan dan kesehatan secara optimal, ini dilakukan sebagai upaya menutup defisit anggaran pasca COVID-19,” imbuhnya.
Berdasarkan UU APBN (2024) target PPN ditetapkan sebesar Rp 811 triliun dengan tarif 11% dan Dasar Pengenaan Pajak Rp 7 Triliun, sedangkan di tahun 2025 jika tarif PPN naik menjadi 12% dan DPP diasumsikan tetap, besar PPN yang didapatkan menjadi Rp 888 Triliun, selisih 77 Triliun lebih tinggi dari sebelumnya.
Kedua sebagai pengurangan dalam ketergantungan utang, dengan adanya kenaikan pajak diharapkan ketergantungan utang khususnya pada pinjaman dalam negeri ataupun luar negeri dalam pembiayaan negara bisa dikurangi.
Ketiga, keselarasan tarif di dunia internasional, pada konteks global, tarif PPN Indonesia berada di bawah rata-rata PPN Negara lain, menurut Tarif PPN Dunia (2020) di Negara Eropa PPN dikenakan berkisar antara 17-25%, sehingga kenaikan ini dianggap wajar sebagai upaya mengikuti pola tarif pada tren global sebagai peningkatan kontribusi pajak terhadap Produk Domestion Bruto (PDB) di Indonesia.
Dalam hal ini, Retta memberikan gambaran tentang perubahan kenaikan PPN 12% sebagai berikut.
“Jika seseorang memiliki uang 1 juta dan ingin membeli 9 barang dengan harga Rp 100.000, maka harga totalnya menjadi Rp 900.000, dengan tarif 11% sebelumnya PPN yang dikenakan hanya Rp 99.000 sehingga dengan Rp 999.000 seseorang tersebut sudah bisa mendapatkan 9 barang plus PPN,” jelas Retta.
Namun dengan perubahan tarif 12%, lanjut Retta, 9 barang dengan total harga Rp 900.000 akan kena PPN sekitar Rp 108.000, sehingga uang Rp 1.000.000 belum cukup dalam mengcover kebutuhan tersebut karena harga totalnya menjadi Rp 1.008.000.
Hal ini jelas akan menurunkan daya beli seseorang dengan hanya membeli 8 barang dengan harga Rp 100.000 dan tarif 12% jika memiliki uang hanya Rp 1000.000.
Wacana kenaikan PPN 12% ini menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat khususnya berdampak pada konsumen, hal ini akan berimplikasi langsung dalam mempengaruhi kenaikan harga barang dan jasa, sehingga akan menjadi efek domino dalam meningkatkan biaya hidup serta daya beli masyarakat yang dapat menurun.
Barang-barang yang diperjualbelikan di Masyarakat misalnya makanan dan minuman di restoran, pakaian, perabotan, barang elektronik, layanan fintech, paket internet, LPG non-subsidi akan terpengaruh dengan adanya kenaikan ppn tersebut.
Selain mempengaruhi harga di pasar, menurutnya kenaikan PPN 12% akan berpengaruh pada dunia usaha khususnya UMKM sebagai beban tambahan, sebagai pengusaha hal ini menjadi tekanan yang bisa mengakibatkan produk dan sistem administrasi mereka harus juga tumbuh seiring pertumbuhan kenaikan PPN, efek nya akan melemahnya daya beli masyarakat serta utilisasi dan penjualan akan melemah, sehingga kinerja usaha akan terdampak.
“Hal tersebut dalam jangka panjang akan memicu inflasi terutama jika produsen membebankan kenaikan harga pada konsumen,” tegasnya.
Pada bidang sosial, masyarakat kelas menengah ke bawah yang akan sangat terdampak, daya beli yang menurun harus ditanggapi pemerintah dengan serius untuk meningkatkan bantuan seperti subsidi atau bantuan sosial secara sectoral seperti bahan pangan, kesehatan dan pendidikan, sehingga bisa meringankan beban masyarakat kelas bawah.
Oleh karena itu dengan adanya dampak yang mungkin kurang baik dirasakan oleh masyarakat, pemerintah perlu memberikan sosialisasi menyeluruh untuk menjelaskan manfaat jangka panjang dari kebijakan ini, selain itu pemerintah juga perlu memastikan bahwa kenaikan PPN dilakukan secara transparan dalam penggunaannya sehingga masyarakat akan percaya dan puas bahwa kenaikan PPN menjadi solusi yang baik dalam peningkatan penerimaan negara dan memberikan perubahan baik dengan penyelenggaraan program-program yang menguntungkan rakyat.
Tidak hanya itu, Retta meminta pihak pemerintah juga perlu menjamin bahwa adanya peningkatan modernisasi sistem perpajakan yang lebih efektif dan efisien dilakukan.
“Dengan adanya pro kontra pada kenaikan PPN 12% di tahun 2025, diharapkan kenaikan PPN ini bisa menjadi alat yang efektif dalam menjaga stabilitas negara tanpa perlu membebani masyarakat, dan semua pihak bisa mendukung serta mengawasi transparansi dan komunikasi yang baik agar bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat secara baik,” imbuhnya.
Sudah siapkah anda dengan kenaikan PPN 12% di tahun 2025?
Referensi :
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
TARIF PAJAK PPN DUNIA. (2020). Diakses pada https://www-globalvatcompliance-com.translate.goog/globalvatnews/world-countries-vat-rates2020/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc
UU APBN. (2024). Dapat diakses di https://anggaran.kemenkeu.go.id/api/Medias/3ec4f697-44b1-4106-9828-bc29b47612c4