KABARPEMUDA.id– Sejarah Kejaksaan Nasional dimulai pada 22 Juli 1960. Adanya pembentukan Hari Kejaksaan Nasional waktu itu adalah Surat Keputusan Presiden RI No.204/1960.
Adhyaksa atau lebih populer dikenal dengan Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Tetapi sesungguhnya, Kejaksaan pertama kali ada di Indonesia ini sebelum kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, diiringi pembentukan lembaga penegak hukum untuk memastikan ketertiban umum.
Pembentukan Kejaksaan Republik Indonesia tertuang dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2/1945.
Kejaksaan Indonesia menjadi departemen yang terpisah (mandiri) melalui rapat kabinet pada 22 Juli 1960 dalam Surat Keputusan Presiden RI tertanggal 1 Agustus 1960 No. 204/1960. Lalu, disahkan menjadi UU. No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia.
Sebutan “Jaksa” berawal dari bahasa Sansekerta, yakni Dhyaksa, dan berawal dari zaman Kerajaan Majapahit. Saat itu sudah memiliki semacam sistem pengadilan dengan Dhyaksa yang bertugas menangani masalah peradilan.
Sementara kata Adhyaksa adalah “Hakim Tertinggi” yang mengawasi dan memimpin para Dhyaksa.
Jaksa Agung Pertama
Saat itu, Jaksa Agung pertama Indonesia adalah Gatot Taroenamihardja dari 12 Agustus 1945 – 22 Oktober 1945.
Jabatan Jaksa Agung, Mr.Gatot Taroenamihardja sempat tergeser oleh 3 orang yakni, Kasman Singodimedjo (8 November 1945 – 6 Mei 1946) kemudian, Tirtawinata (22 Juli 1946 – 1951) lalu, R.Suprapto (1951-1959).
Dan baru pada 1 April 1959 dilantik kembali oleh Presiden Soekarno.
Tak banyak yang tahu kisah heroik dan pengorbanan Mr. Gatot Taroenamihardja.
Pada periode yang pertama ini, beliau sempat mengeluarkan instruksi untuk menjaga keamanan Indonesia.
Terutama dari ancaman oleh tentara Belanda yang masih berkeliaran di masa itu.
Sedangkan pada periode kedua ini Mr. Gatot berusaha membongkar kasus korupsi penyelundupan di Teluk Nibung, Sumatera Utara dan di Tanjung Priok. Yang keduanya ini, diduga melibatkan orang-orang berpangkat tinggi dalam angkatan bersenjata Indonesia waktu itu. Kasus itu sempat menimbulkan kegemparan, karena pada satu titik, sempat terjadi tentara menangkap Mr. Gatot.
Dapat dibayangkan, seorang Jaksa Agung, dengan segala otoritasnya dalam hal penegakan hukum, ditangkap oleh angkatan bersenjata negaranya sendiri.
Presiden pertama RI pun harus turun tangan, Jendral AH Nasution dan Perdana Menteri Djuanda secara khusus dipanggil Soekarno.
Mr. Gatot kemudian dipanggil ke Istana, datang dengan kawalan ketat tentara.
Presiden Soekarno akhirnya memutuskan untuk mencopot Gatot sebagai Jaksa Agung dan mengembalikannya ke Departemen Kehakiman.
Namun kisah Mr. Gatot belum berakhir di situ, diceritakan oleh Adnan Buyung Nasution dalam otobiografinya, “Pergulatan Tiada Henti: Dirumahkan Soekarno, Dipecat Soeharto.”
Setidaknya, dalam catatan sejarah Kejaksaan, banyak peristiwa yang luput dari catatan sejarah bangsa. Dalam dimensi transformasi, lembaga penuntutan ini seringkali menemui jalan yang sangat dilematis yang tentu saja tidak sedikit beraroma politik. Dan itu adalah tantangan tersendiri bagi Jaksa-Jaksa pada masa sekarang ini.
Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 tahun 2023 ini yang mengusung tema “Penegakan Hukum yang Tegas dan Humanis Mengawal Pembangunan Nasional” masyarakat berharap bahwa Kejaksaan mendapatkan marwahnya sebagai lembaga hukum yang independen.
Dirgahayu.***